Maaf
Saya pernah
membuat kesalahan, dan itu cukup vatal. Awalnya tidak saya sadari, karena semua
terjadi karena ulah dua orang teman. Saya memutuskan hubungan percintaan secara
sepihak. Setelah tiga belas tahun
lamanya, dari beberapa orang yang masih
dekat dengannya, ia mengalami penderitaan panjang. Mulai dari kekecewaan
terhadap lelaki, merasa dikhianati, hingga ia lari ke pelukan seorang lelaki yang telah beristri.
Di lubuk hati
yang paling dalam, saya masih mencintainya. Tapi perasaan itu saya pendam dan
saya buang jauh-jauh, karena kami sudah mempunyai kehidupan masing-masing. Saya
menyadari, yang terjadi adalah takdir semata. Manusia tidak akan bisa mengelak
dari skenario yang Maha Kuasa.
Akhir tahun
2012, saya mencoba menelusuri keberadaannya di dunia maya. Tidak saya sangka ia
mau saya sapa dan mengobrol lewat chatting facebook. Nada bicaranya cukup
dewasa, seakan ia telah melupakan masalah di antara kami. Jauh dari kesan
penderitaan yang saya dengar. Atas persetujuannya, kami berjanji untuk saling
bertemu.
Saya sangat
menghargai kesediannya untuk bertemu. Jika nanti bertemu, kalimat pertama yang
ingin saya ucapkan adalah “maaf”, dan hutang penjelasan yang selama ini
menghantui saya. Tak dapat dipungkiri bahwa meminta maaf adalah salah satu hal
yang paling sulit saya lakukan. Tetapi dibanding penderitaan panjang yang ia
alami, perasaan malu dan harga diri saya buang jauh-jauh. Yang saya pikirkan
sekarang adalah, meminta maaf adalah bentuk penyembuhan harga diri saya dan memberikan
ia kesempatan untuk memaafkan saya. Selain itu, meminta maaf mengobati hubungan
silaturahmi saya dengannya. Mumpung kami juga masih diberi kesempatan untuk saling bertemu.
Semoga
Allah mengampuni saya dan membukaakan pintu hatinya untuk mau memaafkan saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar