Rabu, 23 Februari 2011

Sastra

Penelitian Sastra
Kelahiran sastra di tengah peradaban manusia tidak dapat ditolak, bahkan sastra mengalami perkembangan yang luar biasa hingga saat ini dalam hasanah budaya bangsa. Sastra merupakan salah satu karya kreatif yang patut dikembangkan dalam cakrawala ilmu pengetahuan yang semakin melaju dan berkembang.
1.Pengertian Penelitian Sastra
Penelitian sastra merupakan cabang kegiatan penelitian dengan mengambil objek sastra.
2.Pendekatan Penelitian Sastra
(a) pendekatan ekspresif,  (b) pendekatan mimesis,   (c) pendekatan pragmatik, dan (d) pendekatan objektif.  a.Pendekatan Ekspresif  Menurut Abrams (1958: 22) pendekatan ekspresif ini menempatkan karya sastra sebagai curahan, ucapan, dan proyeksi pikiran dan perasaan pengarang.  Pendekatan ekspresif menempatkan karya sastra sebagai:
(1)wujud ekspresi pengarang,   (2)produk imajinasi pengarang yang bekerja dengan persepsipersepsi, pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya,  (3) produk pandangan dunia pengarang.   Secara metodis, langkah kerja yang dapat dilakukan melalui pendekatan ini adalah:(1)memerikan sejumalah pikiran, persepsi, dan perasaan pengarang yang hadir secara langsung atau tidak di dalam karyanya,(2) memetakan sejumlah pikiran, persepsi, dan perasaan pengarang yang ditemukan dalam karyanya ke dalam beberapa kategori faktual teks berupa watak, pengalaman, dan ideologi pengarang,(3) merujukkan data yang diperoleh pada tahap (1)dan(2)ke dalam fakat-fakta khusus menyangkut watak, pengalaman hidup, dan ideologi pengarang secara faktual luar teks (data sekunder berupa data biografis), dan (4) membicarakan secara menyeluruh, sesuai tujuan, pandangan dunia pengarang dalam konteks individual maupun sosial dengan mempertimbangkan hubungan-hubungan teks karya sastra hasil ciptaannya dengan data biografisnya.
b.Pendekatan Mimesis
Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan (Abrams, 1958:8). Kenyataan di sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya benda-benda yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan, pikiran, dan sebagainya Luxemberg, 1989:15). Melalui pandangan ini, secara hierarkis karya seni berada di bawah kenyataan. Akan tetapi Marxis dan sosiologi sastra memandang karya seni sebagai dokumen sosial; karya seni sebagai refleksi dan kenyataan di dalamnya sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan.
Segers (2000,91-94) mengungkapkan konsep yang dipakai kaum Maxist. Menurut konsep ini konsep imitasi harus menjadi norma dasar telaah. Kritik Marxist menyatakan bahwa dunia fiksional teks sastra seharusnya merefleksikan realitas sosial.
Adapun John Baxter (dalam Makaryk,1993: 591-593) menguraikan bahwa mimesis adalah hubungan dinamis yang berlanjut antara suatu seni karya yang baik dengan alam semesta moral yang nyata atau masuk akal.
c. Pendekatan Pragmatik
Abram (1958:14-21) : dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatis di antaranya berbagai tanggapan masyarakat atau penerimaan pembaca tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik dalam kerangka sinkronis maupun diakronis.
Segers (2000:35-47): menurutnya, secara metodologis estetika resepsi berusaha memulai arah baru dalam studi sastra karena berpandangan bahwa sebuah teks sastra seharusnya dipelajari (terutama) dalam kaitannya dengan reaksi pembaca.
d.Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif (Abrams, 1978: 26-29) memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, antarhubungan, dan totalitas. Pendekatan ini mengarah pada analisis intrinsik.
Jenis-Jenis Penelitian Sastra.  
a.Penelitian model  hermeneutik
Mula-mula metode ini berfungsi untuk menafsirkan kitab suci. Dalam ilmu-ilmu sosial juga disebut metode kualitatif, analisis isi, alamiah, naturalistik, studi kasus, etnografi, etnometodologi, dan fenomenologi. Metode  ini tidak mencari makna yang benar melainkan makna yang paling optimal. Metode hermeneutik disebut juga penelitian ekspresivisme.
b. Model Formalisme.
Formalisme lahir akibat ketidakpuasan dengan penelitian ekspresivisme yang mengandalkan data biografis. Ciri formalisme dalam kajiannya selalu tidak setuju adanya pembedaan antara bentuk isi. Aliran ini meyakini bahwa bentuk dan isi dapat didekati dari fungsinya, yaitu fungsi estetik sehingga menjadi karya sastra (Endraswara, 2003:47).
Model strukturalisme murni.
Saussure turut mempengaruhi strukturalisme
Karya sastra dalam pandangan ini dipandang sebagai fenomena yang memiliki struktur yang saling terkait satu sama lain. Untuk memperoleh pemaknaan analisis harus diarahkan ke dalam hubungan antar unsur secara keseluruhan. Dalam strukturalisme murni sastra karya sastra dipandang sebagai bentuk. Karena itu,strukturalisme, sering dianggap sekedar formalisme modern. Itulah sebabnya baik strukturalisme dan formalisme memiliki kesamaan dalam sama-sama mencari arti dari teks itu sendiri.
c.Strukturalisme Genetik
Model ini merupakan konvergensi dari penelitian struktural murni dengan penelitian yang memperhatikan aspek-aspek eksternal karya sastra.
Ada tiga jenis
(1) Metode sosial historis, meliputi tiga deskriptif murni mengenai sejarah sosial dan tipe analitik yang diterapkan pada seni (sastra),
(2) Metode etnografi, terutama kaitannya dengan partisipasi observasi, dan metode statistik (banyak digunakan untuk resepsi sastra).
(3) Sedangkan metode satu dan dua biasanya lebih banyak dipilih terutama untuk mengungkap sejarah dan asal-usul terjadinya teks sastra (Endraswara, 2003:57).
d. Strukturalisme Dinamik.
SD mencakup dua hal yaitu
(1) membedah karya sastra yang merupakan tampilan pikiran, pandangan, dan konsep dunia dari pengarang itu sendiri dengan menggunakan bahasa sebagai tanda (ikonik, simbolik, dan indeksikal) dan beragam makna;
(2) analisis teks sastra yang berkaitan dengan pengarang dengan realitas lingkungannya. Penelitian SD dipengaruhi oleh dua pendekatan lain yaitu telaah semiotik dan sosiologi sastra.
e.Strukturalisme Semiotik
Strukturalisme Semiotik selanjutnya disebut semiotik saja adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda (dalam karya sastra) merupakan sarana komunikasi yang bersifat estetis.
f.  Penelitian Estetika.
Penelitian ini memfokuskan pada aspek yang menyebabkan karya sastra menjadi indah dan menarik. Penelitian estetika dicetuskan oleh Jan Mukarovsky dengan alasan bahwa telaah estetik tidak lepas juga dari penelitian formalisme yang mengarah pada strukturalisme modern. Penelitian ini lebih condong pada fungsi semiotik.
g.Penelitian Stilistika.
Penelitian ini mengkaji sastra melalui penggunaan gaya bahasa. Melalui gaya bahasa sastra, bahasa dan sastra  berkelindan dalam mewujudkan dunianya sendiri. Gaya bahasa sastra pada akhirnya memiliki kekhasan dan karenanya menyimpan autonomy of the aesthetic.
h.   Psikologi Sastra
Psikologi Sastra adalah jembatan dalam interpretasi antara karya sastra dan tuntutan psikis.
3.Pentingnya  Penelitian Sastra
Dalam penelitian sastra, peneliti tidak hanya melakukan kegiatan ilmiah murni, tetapi juga ikut serta menyebarluaskan dan mencermati segala detil perkembangan sastra, menyeleksi, menyunting teks, menafsirkan, dan menjelaskan latar belakang sosiokultural dan sejarah perkembangannya.
4.Contoh-Contoh Penelitian Sastra
a.Strukturalisme Genetik: Sebuah Model Penelitian Sastra
Strukturalisme Genetik (SG). SG merupakan cabang penelitian sastra secara struktural yang tak murni. Model ini merupakan konvergensi dari penelitian struktural murni dengan penelitian yang memperhatikan aspek-aspek eksternal karya sastra. Paling tidak kelengkapan makna teks sastra akan semakin utuh.
a.1. Karya Sastra sebagai Fakta Kemanusiaan
Menurut strukturalisme genetik, karya sastra merupakan fakta kemanusiaan bukan fakta alamiah.
a.2. Karya Sastra sebagai Produk Subjek Kolektif
a.3. Karya Sastra sebagai Ekspresi Pandangan Dunia
Sebagai sekelompok manusia yang mempunyai latar belakang yang sama, anggota-anggota dari suatu kelas sosial mempunyai pengalaman dan cara pemahaman yang sama mengenai lingkungan sekitarnya dan sekaligus caracara pembangunan keseimbangan dalam hubungan dengan lingkungan itu.
a.4. Struktur Karya Sastra dan Struktur Sosial
Atas dasar teori sosial ini jelas bahwa dunia sosial dipahami sebagai struktur yang terbangun atas dasar dua kelas sosial yang saling bertentangan. Kesatuan dunia sosial terbangun karena adanya dominasi dari satu kelas social terhadap kelas sosial yang lain. Dominasi itu dipelihara dan dipertahankan serta bahkan diperkuat dengan menggunakan berbagai kekuatan ideologis yang beroperasi dalam lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat termasuk karya sastra.
a.5. Metode Dialektik
Menurut strukturalisme genetik, karya sastra merupakan struktur yang terbangun atas dasar bagian-bagian yang saling bertalian dan mebentuk struktur keseluruhan karya sastra itu. Struktur karya sastra itu hanya dapat dipahami dengan baik dengan cara dialektik, yaitu dengan bergerak secara bolak-balik dari bagian ke keseluruhan dan dari keseluruhan kembali ke bagian. Gerakan bolak-balik itu dianggap selesai jika koherensi antara keseluruhan dengan bagian-bagiannya telah terbangun, yaitu ketika bagianbagian telah membentuk suatu keseluruhan dan keseluruhan telah dapat digunakan untuk memberikan arti pada bagian-bagian.
b. Penelitian Naratologi
b.1. Naratologi dalam Tinjauan Umum dan Perkembangannya
Naratologi juga disebut teori wacana (teks) naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai seperangkat konsep mengenai cerita dan penceritaan. Penelitian Naratologi berkembang atas dasar analogi linguistik, seperti model sintaksis, sebagaimana hubungan antara subjek, predikat, dan objek penderita. Konsep-konsep yang berkaitan dengan narasi dan narator, demikian juga dengan wacana dan teks, berbeda-beda sesuai dengan para penggagasnya.
b.2. Pelopor Naratologi Periode Struktutralisme dan Pahamnya
b.2.1. Vladimir Propp
Propp dianggap sebagai strukturalis pertama yang membicarakan secara serius struktur naratif, sekaligus memberikan makna baru terhadap dikotomi fabula dan sjuzhet. Objek penelitian Propp adalah cerita rakyat, seratus dongeng Rusia yang dilakukan tahun 1928 dan baru dibicarakan secara luas tahun 1958. Oleh karena itu, penelitian Propp disebut sebagai usaha untuk menemukan pola umum plot dongeng Rusia bukan dongeng pada umumnya. Menurutnya, dalam struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi tokoh-tokoh yang selanjutnya disebut fungsi. Unsur yang dianalisis adalah motif (elemen), unit terkecil yang membentuk tema.
b.2.2. Levi-Strauss
Berbeda dengan Propp, Levi-Strauss lebih memberikan perhataiannya pada mitos. Levi-Strauss menilai cerita sebagai kualitas logis bukan estetis. Ia mengembangkan istilah myth dan mytheme melalui jangkauan perhatiannya terhadap mitos yang terkandung dalam setiap dongeng, baik secara bulat maupun fragmentasi. Menurutnya, mitos adalah naratif itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan aspek-aspek kebudayaan tertentu. Pada dasarnya mitos merupakan pesan-pesan kultural terhadap anggota masyarakat.
b.2.3. Tzvetan Todorov
Disamping memperjelas perbedaan antara fabula dan tsuzhet, Todorov (1985: 11-53) mengembangkan konsep historie dan discours yang sejajar dengan fabula dan stuzhet. Dalam menganalisis tokoh-tokoh, Todorov menyarankan untuk melakukannya melalui tiga dimensi, yaitu: kehendak, komunikasi, dan partisipasi. Menurutnya, objek formal puitika bukan interpretasi atau makna, melainkan struktur atau aspek kesastraan yang terkandung dalam wacana. Dalam analisis harus mempertimbangkan tiga aspek, yaitu (1) aspek sintaksis, meneliti urutan peristiwa secara kronologis dan logis, (2) aspek semantik, berkaitan dengan makna dan lambang, meneliti tema, tokoh, dan latar, dan (4) aspek verbal, meneliti sarana-sarana seperti sudut pandang, gaya bahasa, dan sebagainya.
b.2.4. Greimas
Objek penelitian Greimas tidak terbatas pada genre tertentu, yaitu dongeng, tetapi diperluas pada mitos. Dengan memanfaatkan fungsi-fungsi yang hampir sama, Greimas (dalam Abdullah, 1999: 11-13; Ratna: 2004: 137- 140) memberikan perhatian pada relasi, menawarkan konsep yang lebih tajam dengan tujuan yang lebih universal, yaitu tata bahasa naratif universal. Greimas lebih mementingkan aksi dibandingkan dengan pelaku. Tidak ada subjek di balik wacana.
5. Rancangan Penelitian sastra
a.Langkah-langkah Penyusunan Rancangan Usulan Penelitian
Dewey (dalam Nazir, 1983:73), yaitu:
(1) mengetahui adanya masalah,
(2) mengidentifikasi masalah,
(3) memperkirakan alat untuk memecahkan masalah, seperti teori,
(4) inventarisasi dari pengolahan data sebagai bukti, dan penyimpulan.
Kesimpulan
Penelitian sastra secara akademis termasuk ke dalam kegiatan ilmiah. Di sana ada sejumlah syarat dan prosedur yang terpaksa mesti kita ikuti. Kegiatan ilmiah mensyaratkan pemanfaatkan kerangka teoretis, metodologi, dan perangkat lain yang sering menjadi semacam kaidah dalam sebuah kegiatan ilmiah. Dalam hal ini, tentu saja kita perlu memilih, menggunakan dan mengoperasionalisasikan salah satu (atau salah dua) pendekatan —dari sejumlah pendekatan yang ada— yang dapat kita pandang tepat dan pas sebagai alat analisisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar