Kamis, 10 Maret 2011

Peluang Usaha Cabe


CARA BERTANAM CABAI DALAM POT
1. MEMILIH POT
Pot yang digunakan dapat berupa kaleng bekas, tanah, ember bekas dans ebagainya.Sebaiknya POT berukuran diameter 15-20 CM.
2. MEDIA TANAM
Media tanam dalam pot merupakan merupakan campuran tanah dan pupuk kandang atau kompos perbandingan 1:1 bila tanah yang digunakan tanah liat maka perlu ditambah pasir dengan perbandingan untuk semua campuran 1:1:1.
3. PENANAMAN
Cara penanaman sebagai berikut :
a. Dasar Pot diberi kerikil, pecahan genteng atau bata.
b. diatas pecahan kerikil diletakkan media tanaman dengan ketinggian 5-10cm sebelum permukaan pot.
c. bibit cabai ditanam.
4. PERAWATAN TANAMAN
a. Pemupukan
- sebulan setenah tanamdiberi campuran pupuk TSP sebanyak 10 g dengan pupuk ZK atau KCI sebanyak 7 g.
- pada umur 6 minggu diberi pupuk Urea sebanyak 7 g
- setelah umur 8-10 minggu diberi campuran Urea, TSP, KCI perbandingan 1:1:1 sebanyak 7-10g.
b. Penyiraman
5. PEMANENAN
Penyiraman dilakukan 2-3 hari sekali tergantung kelembaban.

MEMBUAT TELOR ASIN DAN PROPOSAL USAHANYA



Pada dasarnya proses pembuatan telur asin ini ada beberapa cara. Namun kebanyakan orang lebih memilih dengan cara direndam atau di balut dalam adonan garam dicampur dengan serbuk bata merah, tanah liat, atau abu gosok. Selain itu juga ada yang merendamnya dengan cairan teh bercampur dengan adonan garam.

Dalam hal ini kesemua cara tersebut bertujuan sama yaitu membuat telur itik menjadi telur yang berasa asin. Tetapi ada juga yang mencoba membuat telur asin dengan ditambahkan rasa jahe, rasa jeruk, bahkan rasa cabai kedalam larutan garamnya, sehingga rasa telur tersebut tidak hanya asin, melainkan berpadu dengan rasa lain yang telah ditambahkan kedalam adonan garam tersebut.

Untuk lebih jelasnya kita ulas saja satu persatu tentang proses pembuatan telur asin ini.

A. Pemilihan Telur.

Untuk mengetahui secara pasti kondisi telur yang akan diasinkan, maka perlu dilakukan pemeriksaan sekaligus pemilihan (sortasi). Namun, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa telur-telur yang akan diperiksa tersebut merupakan telur yang belum pernah dierami sama sekali, sehingga kemungkinan adanya janin didalamnya dapat dihindari. Disamping itu, harus dihindari juga penggunaan telur yang telah mengalami keretakan atau pecah kulit, karena selama dalam perendaman putih telurnya akan menerobos keluar dan membuat larutan perendamannya berbau busuk.

Pereiksaan dilakukan dengan memasuukan telur-telur tersebut kedalam suatu wadah atau bak plastik yang telah diisi dengan air, kemudian mengamati posisi telur telur etrsebut didalam air. Telur yang melayang. harus segera dipisahkan, sedangkan telur yang tengelam atau yang setengah melayang dibiarkan terendam beberapa saat sehingga kotorannya mudah dibersihkan. Telur-telur yang baik tersebut, kemudian dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air hingga benar-benar bersih, serta ditiriskan.

Pemeriksaan telur bisa juga dilakukan seperti langkah-langkah berikut :
1. Kelompokkan telur berdasarkan tingkat kebersihannya. kemudian bersihkan mulai dari kelompok kotor kemudian kelompok yang sangat kotor.
2. Telur yang kurang kotor dapat dibersihkan dengan kain/busa halus yang kering atau ampelas nomor 0. Telur yang g kotor dan sangat kotor ditempatkan diwadah terpisah dan dibersihkan dengan cara merendamnya dalam air detergen hangat selama 2 menit untuk melepaskan kotoran yang sudah mengering.
3. Teropong telur yang sudah kering. Perhatikan keutuhan kerabang, keadaan isi telur dan rongga udaranya. Pilihlah telur yang kerabangnya utuh/tidak retak dan isi telur terlihat bersih serta memiliki rongga udara lebih kecil.

Pendidikan Kewirausahaan di SD

Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan kita, gagasan-gagasan baru layak diutarakan. Antara lain gagasan mengenai perlunya pendidikan kewira-usahaan diajarkan sejak dini, terutama sejak SD.

Jika dikaitkan dengan melonjaknya angka pengangguran terdidik setiap tahun, pendidikan kewirausahaan jelas penting untuk diajarkan sejak SD, agar semua anak yang telah lulus SD memiliki dasar-dasar pengetahuan untuk merintis usaha sehingga tidak menjadi pengangguran. 

Jika sekarang banyak sarjana menjadi pengangguran, mungkin karena terlambat atau tidak pernah memperoleh pendidikan kewirausahaan di bangku sekolah dan perguruan tinggi.

Bentuk usaha yang bisa diajarkan dan dirintis tentu sangat beragam, tergantung minat, kemampuan dan modal. Di ranah kewirausahaan, banyak jenis usaha kecil dan menengah (UKM) yang dirintis dalam format home industri, yang bisa bertahan sekian puluh tahun sehingga menjadi lapangan kerja informal turun-temurun. Misalnya usaha pembuatan kerupuk, tahu dan tempe, kue basah, kue kering, topi, ikat pinggang, aneka tas, dan lain-lain.
Ekstrakurikuler Pendidikan kewirausahaan tidak perlu dimasukkan dalam kurikulum, karena bisa menjadi pelajaran ekstrakurikuler. Dalam hal ini, kepala SD harus diberi kebebasan menentukan jenis pendidikan kewirausahaan yang cocok untuk dipelajari siswa-siswinya.

Masing-masing SD bisa saja memiliki perbedaan dalam memilih jenis pendidikan kewirausahaan yang perlu diajarkan, karena latar belakang sosial ekonomi juga berbeda.

Sebagai ekstrakurikuler, pendidikan kewirausahaan harus menonjolkan pengetahuan praktis mengenai dasar-dasar kewirausahaan yang meliputi kegiatan produksi dan marketing. Bahan ajar bisa diambil dari spripsi-skripsi atau karya tulis SMU, lalu disusun secara sederhana oleh guru SD itu sendiri.
Bahan ajar yang sederhana tentu mudah diserap siswa-siswi SD, juga bisa dipraktikkan bersama di sekolah pada saat mengisi jam-jam pelajaran kosong pascaujian. Dengan demikian, siswa-siswi SD dapat lebih memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masa depannya.
Bikrokrasi Minded Pendidikan kewirausahaan yang diajarkan sejak SD dapat mengubah tipe pendidikan kita yang terlanjur menjadi birokrasi minded: pendidikan yang melulu difokuskan untuk mencetak generasi baru yang hanya untuk mengisi kantor-kantor saja.

Dengan fakta angka pengangguran terdidik yang makin melonjak dari tahun ke tahun, kini tipe pendidikan birokrasi minded tidak layak dibiarkan berlangsung terus menerus. Kini saatnya anak-anak sejak SD diajari untuk mengenal berbagai jenis kewirausahaan, sebagai alternatif menghadapi masa depan di luar cita-cita menjadi pegawai kantor.

Mental priyayi sebagai konsekuensi dari birokrasi minded, yang selama ini menjadi tipe pendidikan kita, harus dihapus. Sebab fakta menunjukkan, lowongan pekerjaan di kantor selalu terbatas. Sebaliknya, peluang kerja di luar kantor terbuka lebar untuk semua generasi.

Jika pendidikan kita dibiarkan bertipe birokrasi minded, dikhawatirkan hanya menambah angka pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, yang bisa memperburuk citra bangsa. Sudah terlalu banyak lulusan perguruan tinggi yang bermental priyayi, sehingga tidak bersedia merintis usaha kecil dan memilih menganggur sambil mondar-mandir keluar masuk kantor menawarkan surat lamaran kerja yang dilampiri ijasah sarjananya.

Jika generasi muda dibiarkan bermental priyayi, ujung-ujungnya hanya akan menjadi kuli di negara lain, sehingga makin menguatkan citra Indonesia sebagai bangsa kuli. Hal ini hanya bisa dihentikan dengan memberikan pendidikan kewirausahaan kepada anak-anak sejak SD.

Layak diungkap juga, betapa mental priyayi banyak dimiliki jajaran pendidik kita, sehingga bisa menjadi kendala untuk mengajarkan pendidikan kewirausahaan di sekolah-sekolah. Dengan kata lain, banyak guru bermental priyayi sehingga cenderung mengajar anak-anak untuk ikut-ikutan bermental priyayi.

Jadi, kendala utama untuk mengajarkan pendidikan kewirausahaan di sekolah terletak pada guru-guru di sekolah. Hal ini hanya bisa diatasi dengan poltical will dalam bentuk instruksi resmi dari otoritas pendidikan (Depdiknas) kepada kepala-kepala sekolah agar mengajarkan pendidikan kewirausahaan.
Dukungan Pengusaha Jika SD mengajarkan pendidikan kewirausahaan, tentu memerlukan dukungan  masyarakat (pengusaha). Dalam hal ini,. pelaku usaha selayaknya bersedia mendukung. Misalnya jika guru memberi bekal pengetahuan mengenai praktik usaha, bisa mengajak anak didik untuk melihat langsung kegiatan usaha yang ada di tengah masyarakat sekitar.

Dengan mengenal langsung kegiatan usaha, anak didik akan mendapatkan pengetahuan praktis tentang kewirausahaan yang sewaktu-waktu dapat dicoba setelah pendidikannya selesai.

Bagi pengusaha, khususnya pengusaha kecil dan menengah, kehadiran anak sekolah ke tempat usahanya tentu akan disambut gembira. Sebab hal ini bisa membuka harapan baru untuk membangun dunia usaha, demi masa depan bangsa yang lebih cerah.

Jika imbasnya akan menimbulkan persaingan baru di dunia usaha, tentu tetap disambut gembira. Sebab tabiat pengusaha kecil dan menengah biasanya tidak mengenal sistem monopoli.

Gagasan PTK (Shulman)


Fritz-Ulrich Kolbe

"... Bukan apa hasilnya, tapi apa yang tampak di luar sana, seperti yang terlihat melalui mata guru itu sendiri... " (Clark 1988)
Reformasi di Jerman dapat dikatakan terinspirasi dari Anglo American studi sebagaimana telah terjadi dengan penelitian dasar empiris. Dan evaluasi hasil mereka telah menjadi sumber kontroversi yang panas. Kontroversi ini menarik bagi pembaca yang terlibat dalam menemukan cara-cara pengembangan lebih lanjut dalam pendidikan guru dan dalam hasil tertentu dari penelitian dasar yang relevan untuk itu. Hal ini berlaku untuk setidaknya tiga alasan: ia memberikan ide baru tentang isi dari unsur-unsur teori dan praktek pendidikan guru, terutama karena upaya untuk merekonstruksi hubungan teori-praktek dalam perdebatan Jerman hampir tidak membuat kemajuan dalam lima belas tahun terakhir, dan kemudian hanya dalam kondisi pendidikan-kebijakan membatasi. Selain itu, ia menawarkan potensi yang termasuk dalam realisasi yang telah memperoleh penerimaan di negara ini, juga, bahwa kemungkinan awal pendidikan guru yang terbatas, di sini adalah kebutuhan untuk kualifikasi lebih lanjut atau pendidikan berkelanjutan (lih. Terhart 1992). Tetapi sangat menarik ketika tantangan untuk ide-ide reformasi tradisional pendidikan guru terpadu yang berasal dari penelitian pengetahuan-gunakan adalah untuk dibahas. Secara khusus, signifikansi sedikit teori dalam tahap kedua pendidikan guru muncul dalam cahaya yang baru (lih. laporan penelitian oleh Bommes / Dewe / Radtke 1996).