Jumat, 04 Maret 2011

PEMEROLEHAN BAHASA


Peristiwa pemerolehan bahasa memerlukan waktu yang cukup panjang dengan melalui fase-fase dan ciri-ciri tersendiri. Kajian pemerolehan bahasa dapat dibedakan atas dua hal yaitu (1) pemerolehan bahasa pertama dan (2) pemerolehan bahasa kedua. Baik pemerolehan bahasa pertama maupun kedua mempunyai arti penting bagi pertumbuhan manusia selanjutnya. Pada fase awal dapat menentukan corak dan kualitas perkembangan manusia baik berupa perkembangan fisik, psikis, maupun sosial.
Bahasa tidak dapat dipisahkan dari berfikir, ketika seseorang sedang berfikir, maka dia merangkai pikirannya dengan bahasa.  Demikian sebaliknya, ketika seseorang berbahasa , maka akan menggunakan pikiran untuk merangkai unsur-unsru bahasa.  Sehingga, bahasa yang baik dan santun akan menunjukkan kebaikan dan kesantunan jiwa penuturnya.
Pemerolehan bahasa seseorang bergantung pada kecerdasan pikiran seseorang, ada seseorang yang cepat dalam proses pemerolehan bahasa ada pula yang lambat.  Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul beberapa pertanyaan, antara lain: (1) bagaimana seseorang memperoleh bahasa pertamanya (bahasa ibu) dan (2) bagaimana seseorang memperoleh bahasa keduanya (proses bahasa). Halliday (1968) menguraikan tujuan pemerolehan bahasa anak secara fungsional, yaitu : (1) fungsi instrumental , yakni tahapan dimana anak tanpa sadar memberikan respon atas apa yang diujarkannya serta apa yang diujarkannya memberikan sesuatu, baik berupa tanggapan barang maupun jasa. Jadi anak terkesan bahwa bahasa dapat dibuat semacam alat (instrumen) untuk memperoleh sesuatu, (2) fungsi regulatori, yakni pemerolehan pengalaman yang berulang-ulang keluarga di mana bahasa berfungsi sebagai alat  mengendalikan seseorang oleh orang lain. Pada tahap ini, pada mulanya anak menjadi objek yang dikendalikan oleh orang yang ada disekitarnya,  misalnya disuruh, diperintah atau dilarang oleh orang tuana, kakaknya maupun orang lain, (3) fungsi interaksi, yakni terjadi antara anak dan keluarga, atau kelompok mainnya dengan mengembangkan dialog atau Tanya jawab, (4) fungsi personal yakni seorang anak merasa mulai memiliki kebebasan, bukan hanya untuk mengungkapkan perasaan atau sikapnya tetapi  juga unsur pribadinya di dalam fungsi interaksi bahasa, (5) Fungsi heuristic, yakni anak mulai bertanya pada lingkungannya, tidak hanya tentanng  fakta tapi penjelasan fakta, masa ini bisa disebut juga sebagai masai “apa itu”, (6) Fungsi imajinatif, yakni masa dimana anak menciptakan lingkungannya sendiri melalui bahasa, di sini anak mulai berbicara pada dirinya sendiri atau seorang anak perempuan berbicara pada bonekanya dan ia berpura-pura sebagai ibunya, (7) Fungsi representasional, yakni pertambahan kemampuan berbahasa sesuai dengan pertambahan usia anak, di sini mulai tampak perbedaan antara bahasa dan anak dengan bahasa orang dewasa.

Teori Pemerolehan Bahasa
Secara garis besar  terdapat tiga teori pemeroleha bahasa yang dikembangkan oleh para ahli, yaitu (1) teori behaviorisme, (2) teori nativisme, (3) teori kognitivisme.  Selanjutnya kegita teori ini akan diuraikan sebagai berikut:
1)      Teori Behaviorisme
Teori ini di dalam linguistik diikuti antara lain oleh L.Bloomfield dan B.F.Skinner. Dalam hal belajar, termasuk belajar bahasa, teori ini lebih mementingkan faktor eksternal ketimbang faktor internal dari individu, sehingga terkesan siswa hanya pasif saja menunggu stimulus dari luar (guru). Belajar apa saja  dan oleh siapa saja (manusia atau binatang) sama saja, yakni melalui mekanisme stimulus – respons. Guru memberikan stimulus, siswa merespons, seperti tampak pada latihan tubian (drill) dalam pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran yang mementingkan kaidah tatabahasa, struktur bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk kebahasaan merupakan penerapan behaviorisme, karena behaviorisme lebih mementingkan bentuk dan struktur bahasa ketimbang makna dan maksud.
Teori ini secara tegas mengemukakan bahwa pemerolehan abhasa dapat terjadi akibat adanya rangsangan dari luar. Menurut teori ini, kemampuan berbahasa seseorang dikendalikan oleh faktor luar yakni adanya rangsangan yang disodorkan pada anak memalui lingkungan bahasa.
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Aristoteles berpendapat bahwa pada watu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa, seperti sebuah meja lilin yang siap dilukis oleh pengalaman. Menurut John Locke(1632-1704), salah satu tokoh empiris, pada waktu lahir manusia tidak mempunyai ”warna mental”. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah satu-satunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Idea dan pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan tempramen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory experience). Pikiran dan perasaan disebabkan oleh perilaku masa lalu.
            Salah seorang tokoh BF Skinner dalam judul bukunya Herbar Behaviour pernah melakukan percobaan dengan mengamati tingkah laku binatang dengan menggunakan otak atau lebih dikenal dengan istilah Skinner’s boxes yang mencoba menenmpatkan tikus-tikus kotak yang mempunyai dua buah tombol. Jika tikus-tikus tersebut menekan tombol pertama, maka akan jatuh makanan ke dalam kotak tersebut, sementara untuk menekan tombol kedua akan tumbah bedak gatal yang mengenai tubuh tikus tersebut. Akibat pengalaman itu tikus-tikus berulangkali menekan tombol pertama, sedangkan tombol kedua jarang disentuh. Atas dasar itulah Skinner  dengan tegas menyimpulkan setiap perbuatan tertentu yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi proses pengatan baik positif maupun negative. Kaitannya dengan pemerolehan bahasa Skinner berpendapat anak-anak mendapatkan  pemeroleha bahasa melalui hubungan dengan lingkungan melalui peniruan Untuk memperkuat pendapat di atas Leonard Bloomfield meneaskan bahwa kemampuan berkomunikasi pada prinsipnya ditentukan oleh adanya stimulus respons dan peniruan. Jadi bahasa hanyalan tingkah laku manusia dan tidak ada struktur linguistik yang dibwah anak-anak sejak lahir, sehingga anak dianggap kosong dari bahasa, lingkungannya yang memprosessnya termasuk kemahiran prilaku lingualnya.
2)      Teori Nativisme
Teori nativisme berpandangan bahwa kemampuan lingual seorang anak secara genetis telah terprogram sejak lahir. Oleh karena itu mereka berkeyakinan  bahwa system bahasa dalam diri setiap manusia telah ada secara alamiah. Chomsky (1969) berpendapat bahwa setiap anak yang lahir telah memiliki alat openguasaan bahasa yang disebutnya LAD (language Acquisition Device). Dengan alat ini manusia dipandang sebagai satu-satunya mahluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi bahasa verbal.
 Pandangan Chonsky tersebut menolak pandangan kaum behaviourisme yang menganggap anak lahir dalam keadaan kosong struktur bahasanya. Pemerolehan  bahasa anak menurut pandangan kaum Nativisme bukan ditentukan dorongan dari luuar, karena bahasa dipandang terlalu kompleks sehingga mustahil dapat dipelajari oleh anak dalam waktu yang relatif singkat melalui proses peniruan. Oleh karena itu hanya melalui LAD yang memungkinkan manusia dapat berbahasa. Jadi belaar bahasa pada hakekatnya hanyalah prosesn pengisian detail kaidah-kaidah atau struktur bahasa ke dalam LAD yang telah tersedia secara alamiah pada manusia.
3)       Teori Kognitivisme
Pandangan Kognitivisme berpijak pada pendekatan kognitif (cognitive approach) yaitu pendekatan yang lebih bersifat rasional. Pendekatan kognitif konsep sentralnya pada kemampuan berbahasa yang beerasal dan diperoleh sebagai akibat dari  kematangan kognitif. Jadi kaum kognitivisme beranggapan bahwa bahasa seseorang dikendalikan oleh nalar manusia sehingga perkembangan haruslah diturunkan dari perkembangan dan pertumbuhan yang mendasar dalam kognisi manusia itu sendiri. Dengan demikian urutan perkembangan kobnisi seorang anak akan menentukan prosesn perkembangan bahasa yang dialaminya.
Ahli yang terkenal dalam teori ini adalah Jean Piaget, seorang filosuf Swiss yang terkadang populer juga dengan sebutan bapak psikologi kognitif (1896-1980). Teorinya yang terkenal adalah ‘perkembangan kognitif ‘ yang memandang bahwa kemampuan berpikir seseorang itu melalui perubahan-perubahan gradual dan berurutan di mana proses mental menjadi semakin kompleks. Teori tersebut yang dibangun dari hasil pengamatan Piaget terhadap perkembangan anaknya ini memandang bahwa ada dua prinsip tentang pertumbuhan intelektual dan biologis, yaitu adaptasi dan organisasi. Adaptasi sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan sekitar terdiri dari proses asimilasi dan akomodasi. Masing-masing dikaitkan dengan bentuk dan modifikasi skema untuk mencapai keseimbangan rasa (a balanced sense) pemahaman dunia luar.
Pieget sebagai pelopor Kognitivisme beranggapan bahawa struktur kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam dan dipelajari lewat lingkungan, tetapi berkembang sebagai akibat dari interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi dan kognitif anak dengan lingkungan bahasanya. Struktur tersebut telah tersedia secara alamiah pada diri anak yang kemudian berinteraksi dengan lingkungan bahasanya. Jadi dalam pandangan kognitivisme, menyimpulkan perkembangan bahasa pada anak tergantung pada sejauh mana keterlibatan kognitif sang anak dengan lingkungannya.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya. Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i) anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya; (ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar