Tumbuhan
Oleander, Bunga Mentega, Bunga Jepun dengan Julukan Tumbuhan dari Neraka
Ketika kami menganalisis materi pada Kisi-Kisi US/M SD TP.
2015/2016 tentang Simbiosis Makhluk Hidup, yaitu Sombiosis Mutualisma,
Komensalisma, Parasitisma, dan menjelajahnya di Google, kami mendapati adanya
simbiosis yang jarang dibahas di tingkat Sekolah Dasar yaitu Simbiosis
Amensalisma.
Simbiosis Amensalisme
Simbiosis amensalisme adalah suatu hubungan
timbal balik antar dua simbion yang mana salah satu dari simbion menekan
pertumbuhan dan perkembangan simbion lainnya. Simbiosis amensalisme adalah
kebalikan dari simbiosis komensalisme. Jika pada simbiosis komensalisme satu simbion diuntungkan
sedang satu simbion lain tidak mendapatkan apa-apa, maka pada simbiosis
amensalisme, satu simbion mengalami kerugian sedangkan simbion lainnya tidak
memperoleh apa-apa.
Simbiosis amensalisme sering dikaitkan dengan istilah alelopati.
Alelopati adalah suatu sifat menghambat pertumbuhan organisme di lingkungan
sekitar melalui ekskresi zat racun. Zat racun yang dimaksud di sini sering
disebut zat alelopati. Hal ini dikarenakan senyawa alelopati
tersebut memang bermanfaat untuk (manfaat alelopati):
-Menghambat penyerapan unsur hara.
- Menghambat sistem pembelahan sel pada tumbuhan.
- Menghambat proses fotosintesis.
- Berpengaruh signifikan terhadap sistem respirasi.
- Menghambat proses sintesis protein.
- Menyebabkan ketegangan pada membran.
- Menghambat proses aktivasi enzim tumbuhan.
- Menghalau penyebaran tumbuhan.
- Melawan suksesi
-Menghambat penyerapan unsur hara.
- Menghambat sistem pembelahan sel pada tumbuhan.
- Menghambat proses fotosintesis.
- Berpengaruh signifikan terhadap sistem respirasi.
- Menghambat proses sintesis protein.
- Menyebabkan ketegangan pada membran.
- Menghambat proses aktivasi enzim tumbuhan.
- Menghalau penyebaran tumbuhan.
- Melawan suksesi
Secara sederhana Simbiosis Amensalisme
diartikan hubungan timbal balik dimana
satu pihak mendapat kerugian, satu pihak tidak untung tidak rugi.
1. Gulma dengan
Padi. Gulma menghambat pertumbuhan padi karena ia menghalangi padi dari sinar
matahari.
2. Jamur penicillum sp yang bisa menghambat perkembangan bakteri jenis tertentu.
3. Ganggang Hydrodictyon dan Scenedesmus menghasilkan antibiotik yang dapat mematikan bakteri tertentu.
4. Rumput teki yang mengeluarkan senywa bersifat racun sehingga tumbuhan di sekitarnya tidak bisa tumbuh dan
berkembang dengan baik.
5. Pohon walnut. Tumbuhan ini menghasilkan
senyawa alelopati sehingga jika diperhatikan secara cermat, pada
sekitar pohon ini tak ada tumbuhan lain
yang bisa tumbuh juga berkembang dengan baik karena dihambat oleh senyawa alelopati pohon Walnut
6. Pohon pinus. Jika diperhatikan, jarang ada
tumbuhan yang bisa tumbuh dengan baik di wilayah si pinus tersebut.
7.
Nerium oleander menghasilkan racun oleandrin yang mematikan bagi manusia.
Dari contoh tanaman yang melakukan simbiosis Amensalisma
tersebut, yang menurut kami paling menarik untuk dibahas adalah Bunge Jepun (Nerium oleander) atau sering disebut sebagai bunga
mentega adalah tanaman perdu anggota keluarga Apocynaceae yang menghasilkan
bunga sepanjang tahun Bunga jepun berasal dari Afrika bagian utara, bagian
timur Mediterania dan juga Asia Tenggara. Wikipedia
Nerium Oleander adalah tumbuhan yang beracun padahal di sekitar
rumah kami ternyata ditanam tumbuhan tersebut. Hal yang menarik lainnya, di
artikel tersebut disebutkan bahwa oliander di daerah Arab dan Turki disebut zaqqum yang ternyata tercantum dalam Al-Quran
surat 37:62-63. Ayat 62. : Makanan surga) itukah hidangan
yang lebih baik ataukah pohon zaqqum. Ayat 63. : Sesungguhnya Kami menjadikan
pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim
Tumbuhan ini disebut lagi beberapa kali di ayat yang lain
di surat 17:60,37:5, 67:6, 44:43,56:52.
Saya tidak tahu apakah setelah turun ayat ini orang arab menamakan oleander sebagai zaqqum atau memang dari dulunya sudah bernama Zaqqum, mungkin pembaca yanglebih ahli bisa menjawab, namun ini memberi tanda kepada kita bahwa tumbuhan ini memang berbahaya.
Saya tidak tahu apakah setelah turun ayat ini orang arab menamakan oleander sebagai zaqqum atau memang dari dulunya sudah bernama Zaqqum, mungkin pembaca yanglebih ahli bisa menjawab, namun ini memberi tanda kepada kita bahwa tumbuhan ini memang berbahaya.
Oleander, Bunga Mentega yang Beracun
Sejak puluhan tahun oleander (Nerium oleander) dibudidayakan
sebagai tanaman hias, baik di pekarangan rumah maupun taman-taman kota atau di
pinggiran jalan. Tanaman yang berasal dari Maroko dan Portugal itu sebenarnya
tak terlalu sedap dipandang. Namun, bentuknya yang unik berupa semak-semak yang
bersifat evergreen shrub menjadikan tanaman ini banyak diminati. Tak heran, di
sudut-sudut rumah, pekarangan, taman kota, dan median jalan, tanaman dengan
bunga berwarna merah muda ini tampil percaya diri.
Banyak nama
diberikan kepada bunga yang satu ini seperti zakum (Turki), zaqqum (Arab),
arali (Tamil), jia zhu tao (Cina), atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama
bunga mentega. Sebutan ini tampaknya berasal dari kata “Olea” yang dalam bahasa
Latin bermakna oil atau berminyak. Mungkin agak kurang enak didengar jika
namanya menjadi “bunga minyak”, makanya disebut dengan bunga mentega. Tanaman
ini dikenal akan kemampuannya memproduksi minyak yang bisa memenuhi lahan
sekitar tempatnya tumbuh. Orang Sunda sendiri menyebutnya kere atau jure.
Paling beracun
Tanpa kita sadari, pada umumnya tanaman hias memang beracun.
Namun, berbeda dengan jenis tanaman lain yang mengandung racun hanya pada
beberapa bagian tubuhnya, seperti bunga atau getah, oleander mengandung racun
pada tiap bagian tubuhnya. Oleander adalah salah satu tanaman yang paling
beracun di dunia dan mengandung sejumlah komponen racun yang banyak di
antaranya yang bisa menimbulkan kematian, khususnya pada anak-anak. Derajat
keracunan bunga oleander diyakini secara ekstrem sangat tinggi. Namun, dari
sejumlah kasus yang dilaporkan, hanya sedikit kasus keracunan oleander yang
menimbulkan kematian.
Racun paling
penting dalam bunga oleander adalah oleandrin dan nerrine yang berhubungan
dengan glikosid jantung. Racun-racun tersebut terdapat pada semua bagian
tanaman, namun umumnya terkonsentrasi pada bagian getah yang tampilannya
berwarna putih seperti susu. Jika memapar kulit manusia, getah ini bisa
menghalangi reseptor luar kulit manusia sehingga menyebabkan kulit jadi kebas
atau mati rasa. Ada keyakinan bahwa oleander mengandung beberapa senyawa
berbahaya yang belum diketahui atau belum diteliti. Kulit kayu oleander
mengandung rosagenin yang diketahui memiliki efek mirip strychnine. Keseluruhan
bagian tanaman yang mengandung racun tersebut menyebabkan reaksi merugikan,
baik bagi manusia maupun hewan.
Oleander
juga diketahui dapat menyimpan racunnya meski dikeringkan. Diyakini bahwa 10-20
helai daun yang dikonsumsi oleh orang dewasa dapat menyebabkan reaksi
merugikan, dan satu helai daun cukup untuk dijadikan senjata mematikan jika
dimakan oleh anak kecil atau bayi. Di Amerika Serikat, menurut Toxic Exposure
Surveillance System (TESS), pada 2002 diketahui ada 847 orang yang keracunan
akibat berhubungan dengan oleander.
Sementara
itu, di belahan dunia lain, ada sejumlah laporan tak terhitung mengenai
kasus-kasus bunuh diri dengan mengonsumsi biji bunga oleander di India Selatan.
Dalam dunia binatang, kandungan racun sekitar 0,5 miligram per kilogram berat
badan hewan sudah cukup mematikan bagi banyak hewan, dan berbagai dosis lain
akan memengaruhi hewan lain. Sebagian besar hewan dapat menderita reaksi atau
kematian akibat tanaman ini.
Efek keracunan
Berdasarkan studi di AS, kasus keracunan oleander umumnya
terjadi ketika bagian dari tanaman tersebut masuk ke sistem pencernaan. Reaksi
terhadap tanaman ini ada dua, yakni menyebabkan efek jantung dan
gastrointestinal (berkaitan dengan sistem pencernaan antara lambung dan usus).
Efek gastrointestinal berupa rasa mual dan ingin muntah, pengeluaran air liur
berlebih, nyeri perut, dan diare yang disertai pendarahan. Meski demikian, di
AS sendiri kasus keracunan oleander lebih banyak ditemukan pada hewan, terutama
kuda, dengan gejala umum sakit perut.
Sementar
reaksi yang berhubungan dengan jantung berupa denyut jantung tak beraturan,
kadang ditandai oleh detak di bawah normal. Jantung juga berdegub tak keruan,
tak beraturan, dan tanpa irama spesifik. Pada kasus yang ekstrem, bisa
menyebabkan pasien pucat dan kedinginan karena sirkulasi darah yang tidak
beraturan atau rendah. Reaksi terhadap keracunan dari tanaman ini dapat juga
memengaruhi sistem saraf pusat. Gejalanya bisa berupa perasaan kantuk yang
kuat, otot gemetar, limbung, bahkan pingsan yang berakibat pada kematian. Getah
oleander bisa menyebabkan iritasi pada kulit, radang pada mata, dan reaksi
alergi yang ditandai oleh dermatitis (radang infeksi kulit).
Perawatan medis
Proses keracunan dan reaksi terhadap tanaman oleander
berlangsung sangat cepat, sehingga menuntut perawatan medis yang segera
terhadap korban atau yang diketahui keracunan, baik pada hewan maupun manusia.
Rangsangan untuk muntah dan yang berhubungan dengan lambung adalah tindakan
pencegahan untuk mengurangi penyerapan kandungan racun dalam sistem pencernaan.
Arang bisa digunakan untuk membantu menyerap sisa kandungan racun (Inchem,
2005). Dalam kasus-kasus tertentu, perlakuan medis lebih lanjut mungkin
dibutuhkan, tergantung pada tingkat kegawatan nya.
Mengeringkan
seluruh bagian tanaman oleander tak akan mampu menghilangkan racun pada tanaman
ini. Tindakan itu justru berisiko terhadap hewan seperti domba, kuda, lembu,
atau hewan gembalaan lain, karena hanya dengan 100 gram cukup untuk membunuh
seekor kuda dewasa. Potongan bagian dari tanaman juga berbahaya bagi hewan,
khususnya kuda, karena rasanya manis.
Namun racun
oleander tak mempan terhadap beberapa jenis hewan invertebrata (tak bertulang
belakang). Bahkan, hewan-hewan tersebut menjadikan tanaman oleander sebagai
sumber pakan mereka. Sebut saja ulat bulu oranye oleander caterpillar dengan
bulu-bulunya yang hitam dan tawon oleander (Syntomeida epilais). Keduanya
termasuk kebal terhadap oleander dan bertahan hidup dengan cara memakan bagian
bubuk kayu di sekitar jaringan vena daun oleander dan menghindari seratnya.
Sementara
kupu-kupu gagak atau common crow
butterfly (Euploea core) memodifikasi racun oleander untuk menjadikan
tubuhnya tidak enak atau tidak menyenangkan bagi para pemangsa, khususnya
kelompok burung.
Mengingat
bentuk dan penampilan tanaman dan peruntukannya sebagai tanaman hias, rasanya
sangat kecil peluangnya tanaman tersebut masuk ke sistem pencernaan melalui
cara yang disengaja. Potensi terbesar memang ada pada hewan. Oleh karena itu,
agak berlebihan dan kurang bijaksana jika untuk menghindari terjadinya
keracunan pada menusia, tanaman tersebut tidak dibiarkan tumbuh di tempat
terbuka, kecuali untuk keperluan penelitian.
Sudah
saatnya pula kita membudayakan perilaku positif dengan membiasakan memberi
identitas yang jelas kepada setiap tanaman yang kita tanam. Setidaknya, di
taman-taman kota yang dipenuhi rimbunan Oleander
terpampang papan nama, “Oleander, Bunga Mentega Beracun”.
Sumber :
“Oleander, Bunga Mentega Beracun”. (Rita Zahara, S.P./Alumnus
Fakultas Pertanian Unpad)
http://www.kompasiana.com/gustaafkusno/oleander-tanaman-hias-paling-beracun-di-dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar