Kamis, 10 Maret 2011

Pendidikan Kewirausahaan di SD

Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan kita, gagasan-gagasan baru layak diutarakan. Antara lain gagasan mengenai perlunya pendidikan kewira-usahaan diajarkan sejak dini, terutama sejak SD.

Jika dikaitkan dengan melonjaknya angka pengangguran terdidik setiap tahun, pendidikan kewirausahaan jelas penting untuk diajarkan sejak SD, agar semua anak yang telah lulus SD memiliki dasar-dasar pengetahuan untuk merintis usaha sehingga tidak menjadi pengangguran. 

Jika sekarang banyak sarjana menjadi pengangguran, mungkin karena terlambat atau tidak pernah memperoleh pendidikan kewirausahaan di bangku sekolah dan perguruan tinggi.

Bentuk usaha yang bisa diajarkan dan dirintis tentu sangat beragam, tergantung minat, kemampuan dan modal. Di ranah kewirausahaan, banyak jenis usaha kecil dan menengah (UKM) yang dirintis dalam format home industri, yang bisa bertahan sekian puluh tahun sehingga menjadi lapangan kerja informal turun-temurun. Misalnya usaha pembuatan kerupuk, tahu dan tempe, kue basah, kue kering, topi, ikat pinggang, aneka tas, dan lain-lain.
Ekstrakurikuler Pendidikan kewirausahaan tidak perlu dimasukkan dalam kurikulum, karena bisa menjadi pelajaran ekstrakurikuler. Dalam hal ini, kepala SD harus diberi kebebasan menentukan jenis pendidikan kewirausahaan yang cocok untuk dipelajari siswa-siswinya.

Masing-masing SD bisa saja memiliki perbedaan dalam memilih jenis pendidikan kewirausahaan yang perlu diajarkan, karena latar belakang sosial ekonomi juga berbeda.

Sebagai ekstrakurikuler, pendidikan kewirausahaan harus menonjolkan pengetahuan praktis mengenai dasar-dasar kewirausahaan yang meliputi kegiatan produksi dan marketing. Bahan ajar bisa diambil dari spripsi-skripsi atau karya tulis SMU, lalu disusun secara sederhana oleh guru SD itu sendiri.
Bahan ajar yang sederhana tentu mudah diserap siswa-siswi SD, juga bisa dipraktikkan bersama di sekolah pada saat mengisi jam-jam pelajaran kosong pascaujian. Dengan demikian, siswa-siswi SD dapat lebih memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masa depannya.
Bikrokrasi Minded Pendidikan kewirausahaan yang diajarkan sejak SD dapat mengubah tipe pendidikan kita yang terlanjur menjadi birokrasi minded: pendidikan yang melulu difokuskan untuk mencetak generasi baru yang hanya untuk mengisi kantor-kantor saja.

Dengan fakta angka pengangguran terdidik yang makin melonjak dari tahun ke tahun, kini tipe pendidikan birokrasi minded tidak layak dibiarkan berlangsung terus menerus. Kini saatnya anak-anak sejak SD diajari untuk mengenal berbagai jenis kewirausahaan, sebagai alternatif menghadapi masa depan di luar cita-cita menjadi pegawai kantor.

Mental priyayi sebagai konsekuensi dari birokrasi minded, yang selama ini menjadi tipe pendidikan kita, harus dihapus. Sebab fakta menunjukkan, lowongan pekerjaan di kantor selalu terbatas. Sebaliknya, peluang kerja di luar kantor terbuka lebar untuk semua generasi.

Jika pendidikan kita dibiarkan bertipe birokrasi minded, dikhawatirkan hanya menambah angka pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, yang bisa memperburuk citra bangsa. Sudah terlalu banyak lulusan perguruan tinggi yang bermental priyayi, sehingga tidak bersedia merintis usaha kecil dan memilih menganggur sambil mondar-mandir keluar masuk kantor menawarkan surat lamaran kerja yang dilampiri ijasah sarjananya.

Jika generasi muda dibiarkan bermental priyayi, ujung-ujungnya hanya akan menjadi kuli di negara lain, sehingga makin menguatkan citra Indonesia sebagai bangsa kuli. Hal ini hanya bisa dihentikan dengan memberikan pendidikan kewirausahaan kepada anak-anak sejak SD.

Layak diungkap juga, betapa mental priyayi banyak dimiliki jajaran pendidik kita, sehingga bisa menjadi kendala untuk mengajarkan pendidikan kewirausahaan di sekolah-sekolah. Dengan kata lain, banyak guru bermental priyayi sehingga cenderung mengajar anak-anak untuk ikut-ikutan bermental priyayi.

Jadi, kendala utama untuk mengajarkan pendidikan kewirausahaan di sekolah terletak pada guru-guru di sekolah. Hal ini hanya bisa diatasi dengan poltical will dalam bentuk instruksi resmi dari otoritas pendidikan (Depdiknas) kepada kepala-kepala sekolah agar mengajarkan pendidikan kewirausahaan.
Dukungan Pengusaha Jika SD mengajarkan pendidikan kewirausahaan, tentu memerlukan dukungan  masyarakat (pengusaha). Dalam hal ini,. pelaku usaha selayaknya bersedia mendukung. Misalnya jika guru memberi bekal pengetahuan mengenai praktik usaha, bisa mengajak anak didik untuk melihat langsung kegiatan usaha yang ada di tengah masyarakat sekitar.

Dengan mengenal langsung kegiatan usaha, anak didik akan mendapatkan pengetahuan praktis tentang kewirausahaan yang sewaktu-waktu dapat dicoba setelah pendidikannya selesai.

Bagi pengusaha, khususnya pengusaha kecil dan menengah, kehadiran anak sekolah ke tempat usahanya tentu akan disambut gembira. Sebab hal ini bisa membuka harapan baru untuk membangun dunia usaha, demi masa depan bangsa yang lebih cerah.

Jika imbasnya akan menimbulkan persaingan baru di dunia usaha, tentu tetap disambut gembira. Sebab tabiat pengusaha kecil dan menengah biasanya tidak mengenal sistem monopoli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar