Senin, 07 Maret 2011

MUATAN RELIGI DALAM NOVEL

Dalam era globalisasi saat ini manusia banyak menghadapi modernisasi informasi yang benar-benar menjamur. Internet muncul dimana-mana. Sekolah- sekolah bahkan di kampung-kampung banyak menyediakan internet sebagai sarana informasi global yang menghantui kita sebagai orang tua atau sebagai pendidik, sebab warnet yang disewakan kepada masyarakat umum dapat menyajikan budaya-budaya jelek untruk dikonsumsi oleh anak-anak di bawah umur. Informasi global memang perlu tetapi bila tidak diimbangi dengan pendidikan agama yang matang akan menjadi bumerang bagi keutuhan keimanan seseorang. Banyak contoh kejahatan yang dilakukan oleh siswa SLTA yaitu melakukan seks bebas dengan teman pelajarnya karena sering melihat situs porno yang ada dalam internet. Hal ini terjadi karena tidak adanya benteng iman yang dimiliki pelajar .
            Benteng iman dapat dimiliki siswa bila ada usaha orang tua untuk memupuk iman sedalam-dalamnya melalui pengajian membaca al-qur’an, membaca buku-buku agama dan buku-buku sastra yang berisi tuntunan keagamaan seperti novel ayat-ayat cinta. Pendidikan agama di sekolah sangat terbatas karena hanya 2 jam dalam satu minggu yang tentu saja sangat kurang dibandingkan banyaknya masalah yang harus dibina kepada siswa baik dalam bidang  aqidah, syariah, dan akhlak.
Akibat dari kurangnya waktu dan tidak adanya upaya orang tua untuk membekali ajaran agama dengan baik dan cukup, maka banyak penyimpangan-pemyimpangan yang terjadi baik yang disengaja atau yang tidak disengaja, baik yang disadari atau yang tidak disadari. Ditambah lagi pengaruh internet dan televisi yang banyak tidak mendidik, mencekoki kehidupan moral mereka. Terjadilah krisis moral yang tragis dalam kehidupan pemuda kita pada saat ini. Misalnya anak tidak patuh lagi kepada orang tua, siswa tidak patuh lagi dengan gurunya, siswa tidak patuh lagi dengan ajaran agamanya.
            Saat ini dunia pendidikan perlu mengupayakan sarana peningkatan pendidikan moral agama di sekolah dengan meningkatkan kegiatan Rohis dan menyiapkan bacaan-bacaan yang bermuatan religi. Guru juga perlu mengintegralkan mata pelajaran lain ke dalam unsur IMTAQ yang tentunya akan membangun kesadaran keagamaan siswa secara tidak sengaja. Hal ini yang belum banyak disadari oleh para pendidik dalam melaksanakan tugas tupoksinya di dalam kelas yang diasuhnya.
            Bila unsur religi sering tersentuh oleh siswa dan sering dijadikan bahan telaah insyaAllah akhlak keimanan pelajar kita akan makin jelas, makin baik, dan lebih terarah dalam melaksanakan syariat agama Islam tanpa dipaksakan oleh orang tua. Bahkan menjadi kepribadian dalam menjalankan syariat Islam dengan sungguh-sungguh. Namun kenyataannya sangatlah berbeda, guru-guru belum menyadari kalau pendidikan umum pada dasarnya juga adalah ajaran agama. Tidak terkotak-kotak, seakan-akan pelajaran agama di luar pelajaran umum bahkan dianggap musuh bagi perkembangan dunia pendidikan.
            Akibat kurangnya pendidikan agama, maka banyak sekali penyimpangan-penyimpangan kehidupan pelajar remaja saat ini. Misalnya akhlak seorang anak kepada orang tua sudah sulit didapat yang benar-benar bertuntunan Islam. Misalnya mencium tangan ketika pulang sekolah atau kuliah, berbusana muslim, berpacaran ala muslim, dan bergaul dengan orang lain secara muslim. Bahkan cara menghargai diri sendiri pun sudah jauh dari ajaran Islam. Misalnya menutup aurat bagi wanita yang sedang mandi walaupun mandi di kamar mandi sendirian, bagi muslimah yang taat seharusnya mandi menggunakan kain basahan.
            Ada sebuah kejadian di SMP 37 Jakarta  pada tahun 1995. Suatu hari ada seorang murid yang bernama A yang beragama Katolik tidak mau keluar dalam pelajaran agama Islam. Guru agama (H. AC), sudah mempersilakan untuk keluar bagi siswa non muslim. Ia sangat tertarik dengan ajaran Islam yang ternyata agama yang masuk akal, agama yang baik dan ia tertarik untuk masuk Islam. Mulai saat itu ia mengucap syahadat. Mulanya guru agama (H. AC) ragu dan khawatir orang tua anak tersebut tidak terima dengan peristiwa tersebut. Tetapi setelah murid tersebut mengaku bahwa ayah dan ibunya sebenarnya beragama Islam bahkan sudah haji. Kalau ia beragama katolik, karena sejak TK dan SD ia bersekolah di Tarakanita.
            Hal ini merupakan kesalahan orang tua yang menjerumuskan anaknya hanya ingin anaknya bersekolah di sekolah yang bermutu dan disiplin. Namun, iman anaknya tergadai. Bila orang tuanya memiliki iman dan pemahaman agama yang mendalam fenomena di atas tidak akan terjadi dan anak tidak akan menjadi korban kebodohan orang tua dalam pembinaan iman kepada Tuhan yang diimaninya. Sungguh menyedihkan, untung anak tersebut cepat mendapat hidayah dan kembali kepada agama orang tuanya yaitu Islam.
            Penyimpangan di atas tidak hanya karena pengaruh internet, tetapi juga karena pengaruh video porno yang bebas dijual di pasaran, buku-buku novel yang berisi adegan-adegan mesum yang tidak layak dibaca oleh anak pelajar dan mahasiswa. Dari itu sangat perlu siswa SMA diarahkan dalam pembelajaran apreisasi sastra. Untuk membaca buku-buku novel yang bermutu yang bernilai religi untuk mengimbangi buku-buku yang merusak keimanan dan moral siswa.
            Berdasarkan permasalahan di atas judul penelitian ini sebagai berikut :
“Aspek Religi dalam Novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman Elshirazi dan Implikasi Pembelajaran Apresiasi sastra di sekolah Menengah Atas.”
            Dari novel tersebut di atas diharapkan mendapatkan pengalaman dalam unsur religi dan patutkah novel tersebut dijadikan bahan ajar untuk mata pelajaran apresiasi sastra di lingkungan pelajar SMA. Tentunya saya ingin mengorek intan berlian yang terkandung dalam novel Ayat-ayat cinta untuk dijadikan perhiasan yang cantik dalam hati pelajar-pelajar kita di SMA. Dan akhirnya melahirkan generasi muslim dan muslimah yang taat kepada Allah, berakhlak mulia, menjalankan syariat Islam secara kaffah (total) seperti yang dicontohkan oleh tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar