Kamis, 03 Maret 2011

Koran, Cerpen, dan Sumber Belajar

Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang diajarkan di semua lembaga pendidikan formal, yaitu di sekolah dasar hingga di Sekolah Menengah Umum (SMU), bahkan secara mendalam dikaji di perguruan tinggi. Di SMU Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang diujikan di Ujian Akhir Nasional (UAN). Dalam KTSP yang diterbitkan tahun 2006, pembelajaran bahasa Indonesia di SMU diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi dan sikap kritis terhadap hasil karya kesusastraan manusia.
Bahan pengajaran Bahasa IndonesiaI di Sekolah Menengah Umum dapat dibedakan menjadi 3 macam: kebahasaan (termasuk kesastraan), pemahaman, dan penggunaan. Bahan pengajaran kebahasaan dimanfaatkan untuk kepentingan pemahaman (menyimak dan membaca) dan penggunaan (berbicara dan menulis). Ketiga komponen bahan pengajaran digunakan untuk menumbuhkembangkan kemahiran siswa dalam meyerap dan menyampaikan gagasan, pendapat, pengalaman, pesan dan perasaan yang disampaikan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahan pengajaran diorganisir dalam satu kesatuan dengan menggunakan alat pengikat yang berupa tema. Sumber bahan pengajaran dapat berupa: buku, media cetak, media elektronik, lingkungan, narasumber, dan hasil karya siswa. Tidak dicantumkannya bahan pengajaran secara mandiri dimaksudkan agar mendorong pemakai kurikulum untuk mengembangkan bahan.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan yaitu, mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Diharapkan siswa dapat menguasai empat keterampilan tersebut agar tidak merasa kesulitan untuk mengikuti peajaran Bahasa Indonesia pada jenjang pendidikan berikutnya. Khusus bidang keterampilan apresiasi hasil karya sastra di SMU, para siswa di dorong untuk melakukan praktek analisis kritis terhadap karya sastra berupa wacana puisi, cerpen novel dan drama.
Cerpen merupakan suatu karya sastra yang mulai berkembang dalam dunia sastra Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya media cetak yang menempatkan kolomnya untuk cerpen dan banyaknya buku-buku cerpen yang diterbitkan.
Kerap kali dalam pengajaran cerpen di sekolah guru dan siswa mengalami kesulitan dalam mencari model cerpen yang ideal sebagai bahan kajiannya. Padahal materi kajian cerpen tidak harus bertumpu pada buku kumpulan cerpen, atau kumpulan cerpen yang ada di majalah dan jurnal kebahasaan.
      Cerita pendek dicirikan dengan beberapa hal antara lain, secara fisik pendek, adanya sifat rekaan (fiction) dan adanya sifat naratif atau penceritaan (Nurgiyantoro, 2001:410). Bentuk fisik pendek bukan dengan kualifikasi halaman tertentu, tetapi mengarah kepada pemadatan isi. Sifat rekaan mengandalkan adanya suatu peristiwa, apakah benar-benar terjadi atau hanya rekaan. Sifat naratif mengharuskan cerpen tampil secara utuh sebagai sebuah cerita namun singkat yang membedakan dari sebuah berita jurnalistik yang informatif.
Penelitian ini diawali adanya kebutuhan pengembangan pembelajaran menulis analisis cerpen di kelas II semester II SMU PGRI Jakarta. Pengembangan pembelajaran ini untuk mengarahkan siswa  mengapresiasi cerpen-cerpen yang mudah mereka peroleh (dalam hal ini usulan yang penulis maksud adalah Cerpen Koran Kompas yang terbit pada bulan Januari sampai  Maret 2009).
Mengapa bukan kumpulan cerpen yang penulis pilih sebagai bahan analisis? Hal ini karena media massa cetak (pers) merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang efektif yang mampu menjangkau cukup banyak pembaca di semua lapisan masyarakat. Dengan kata lain, media massa sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Menurut Louis Althusser (dalam Sobur, 2004:30), media massa sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa. Hal tersebut didukung oleh Sobur (31:2004) yang mengungkapkan bahwa media massa sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa media massa bukan sesuatu yang bebas, independen, tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial. Namun, media massa juga merupakan saluran para seniman untuk menyajikan hasil karyanya kepada pembaca agar  bisa  melepas  penat, dan  mengisi pundi jiwa yang hampa.
Pengambilan wacana Cerpen  Koran Kompas sebagai sumber belajar dan media pembelajaran analisis karya sastra diharapkan memenuhi unsur kemudahan dalam pemerolehannya, dan keberterimaan aspek-aspek analisis kebahasaannya.
Kegiatan analisis wacana Cerpen Koran Kompas dalam tulisan ini berkonsentrasi pada hubungan bentuk antar bagian wacana yang disebut kohesi (Pratomo,2002:17).
Analisis kewacanaan yang penulis lakukan terhdap Cerpen Koran kompas, tidak seluruhnya. Karena keterbatasan kemampuan analisis penulis, kegiatan difokuskan pada analisis kohesi leksikal Cerpen Koran Kompas yang meliputi  reiterasi dan kolokasi. Hal ini dilakukan untuk menjamin kualitas analisis wacana.
      Keberadaan aspek leksikal dalam wacana cerpen diketahui akan dapat membangun sebuah wacana menjadi kohesif. Dijelaskan lebih lanjut bahwa segi bentuk merupakan struktur lahir dari bahasa yang mencakup aspek gramatikal, sedangkan segi makna adalah struktur batin bahasa yang mencakup aspek leksikal.
Analisis wacana muncul sebagai upaya untuk menghasilkan deskripsi bahasa yang lebih lengkap sebab terdapat fitur-fitur bahasa yang tidak cukup jika hanya dianalisis dengan menggunakan aspek struktur dan maknanya saja. Oleh karena itu, melalui analisis wacana dapat diperoleh penjelasan mengenai korelasi antara apa yang diujarkan, apa yang dimaksud, dan apa yang dipahami dalam konteks tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Cutting dalam Tarigan (2002:5) yang mengatakan bahwa analisis wacana merupakan pendekatan yang mengkaji relasi antara bahasa dengan konteks yang melatarbelakanginya. Lebih rinci lagi Stubbs dalam Sobur (1983:16) mengemukakan bahwa analisis wacana:
“attempts to study the organization of language above the sentence or the clause, and therefore to study larger linguistic units, such as conversational exchanges or written texts. It follows that discourse analysis is also concerned with language in use in social contexts, and in particular with interaction or dialogue between speakers ”.

Penulis berharap analisis wacana Cerpen Koran Kompas mampu membawa kita mengkaji latar sosial dan latar budaya penggunaan suatu bahasa. Dengan kata lain, kegiatan analisis wacana ini mampu meneliti bahasa lebih dari sekedar menggambarkannya, tetapi dapat pula membantu kita memahami aturan-aturannya yang menjadi bagian dari pengetahun pengguna bahasa yang tercermin dalam komunikasi sehari-harinya serta dapat dijadikan salah satu sumber belajar kegiatan analisis wacana cerpen di sekolah.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis wacana adalah aktifitas mempelajari bahasa dalam penggunaannya dan juga mengkaji bagaimana bahasa menjadi penuh makna dan padu bagi pemakainya, oleh karena itu penulis tertarik dan akan mengadakan penelitian tentang ketepatan Cerpen Koran Kompas sebagai bahan pembelajaran analisis kohesi leksikal di Sekolah Menengah Umum (SMU).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar